Jilbab Sebagai Religius Sibolistik Mahasiswi UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Posted by Kongkow edu On Saturday, July 11, 2009 0 komentar
Adanya kebijakan Rektorat diwajibkannya bagi para Mahasiswi UIN Jakarta memakai jilbab, betulkah memberikan indikasi positif terhadap tingkat religiusitas Mahasiswi UIN Jakarta? Atau sebaliknya hanya sebagai ‘simbol pembeda’ antara mahasiswi kampus Islam dengan kampus non-Islam. Sehingga mau tidak mau mahasiswi di UIN Jakarta harus memakai jilbab ketika berada di kampus. Nampak menjadi sebuah pertanyaan mendasar mengenai pernyataan bahwa peningkatan religiusitas ditandai adanya peningkatan penggunaan simbol-simbol agama dalam kehidupan sosial, ketika penggunaan simbol – simbol keagamaan dilakukan dengan ‘paksaan’ oleh adanya kebijakan rektorat?

Penting bagi kita menelisik lebih jauh sampai dimanakah peran jilbab dalam meningkatkan kadar religiusitas Mahasiswi UIN Syahid Jakarta. Dapatkah kita benar-benar menemukan kebenaran dari penampilan seseorang? Kita juga perlu menilai kembali kesatuan antara penampilan fisik dan karakter moral yang melekat pada sosok pribadi seorang Mahasiswi. Berbicara mengenai religiusitas, berkaitan erat sekali dengan intimitas nurani manusia secara total dengan Tuhannya melalui ketaatan yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari – harinya.
Bagi Muslimah sejati sebagai refleksi dari keilahian terhadap Tuhan yang menciptakannya dengan Indah menjadi perhiasan dunia, dapat dilakukan dengan menjaga diri untuk tidak dilihat dalam konteks keberadaan seksual, yaitu dengan membatasi pandangan seksual laki-laki yang mendominasi ruang dalam gambaran dan keberadaan wanita secara vulgar. Salah satunya dengan menggunakan Jilbab atau kerudung.
Jilbab dalam hal ini merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menutup aurat wanita yang berada di bagian kepala. Menjadi sesuatu yang dilematis ketika mahasiswi yang berjilbab tetapi perilakunya tidak mencerminkan seorang yang berjilbab, tidak sejalan dengan tuntunan agama dan budaya masyarakat Islam. Ada diantara mereka yang memakai jilbab tetapi dalam waktu yang sama tanpa merasa malu bergandengan tangan di depan umum dengan pria yang bukan mahramnya. Nampak disini jilbab dipakai bukan sebagai tuntunan agama, melainkan sebagai salah satu aksesoris dalam mode berpakaian wanita modern. Selain itu juga diantara banyak Mahasiswi yang berjilbab belum terlihat secara signifikan kepekaan sosial mereka terhadap dunia luar.
Banyak analisis mengenai faktor – faktor lain yang mendukung tersebarnya fenomena berjilbab di kalangan kaum wanita, khususnya para mahasiswi UIN Jakarta. Meskipun faktor utama dalam berjilbab adalah adanya kesadaran beragama dikalangan Mahasiswi yang semakin mendalam, namun kita tidak dapat memungkiri bahwa terdapat faktor lain yang memotivasi mahasiswi untuk berjilbab. Salah satunya adalah faktor ekonomi. Karena mahalnya biaya untuk merawat kecantikan di salon serta tuntutan gerak cepat dan praktis, menjadikan mahasiswi memilih jalan pintas dengan mengenakan jilbab. Ada juga faktor - faktor lain yang diduga mendorong mahasiswi menggunakan jilbab, yaitu karena hendak menonjolkan eksistensi dan perbedaan dirinya dengan maksud riya, karena pengaruh tekanan dari pihak tertentu dan lain sebagainya. Melihat berbagai faktor yang teruraikan diatas secara beragam, nampak tersirat bahwa fenomena berjilbab bagi sebagian mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai bentuk religusitas mahasiswi yang hanya bersifat simbolistik. Sehingga pembinaan religiusitas mahasiswi agar memiliki tingkat religiusitas yang tinggi melalui pendidikan karakter perlu diterapkan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam mengembangkan kepribadian mahasiswi agar memiliki tingkat religiusitas yang tinggi perlu adanya pembinaan melalui pendidikan karakter. Pembinaan religiusitas mahasiswi melalui pendidikan karakter sangat penting dan mendesak karena beberapa situasi yang dihadapi zaman ini. Misalnya, pengaruh globalisasi yang menawarkan, di samping sesuatu yang baik, juga nilai yang tidak baik seperti: konsumerisme, seks bebas, narkoba, pelampiasan nafsu manusiawi dengan melupakan hidup imani dan rohani. Kemerosotan karakter berbangsa kita dan kepekaan sosial masyarakat yang makin berkurang.
Pembinaan pendidikan karakter yang tidak hanya berhenti pada teori, melainkan sampai pada praktek dan kebiasaan hidup secara keseluruhan. Misalnya, kita mau menekankan nilai keindahan akhlak mahasiswi. Maka suasana kampus termasuk aturannya juga harus menekankan dan mendukung terbentuknya dan terciptanya keindahan akhlak. Tepat apa yang telah diberlalukan pihak rektorat memberlakukan peraturan berpenampilan Islami ( berjilbab bagi Mahasiswi ). Namun peraturan tersebut seharusnya tidak hanya disusun sebagai identitas kampus Islam yang formalistik melainkan realisasi konkrit yang memenuhi tujuan substantif peraturan itu disusun. sebagai contoh Adanya punishment dan reward yang jelas terhadap adanya peraturan dapat dijadikan solusi, kalau terdapat karyawan atau dosen yang berprilaku amoral harus ditindak, bukan hanya mahasiswa/inya saja. Selain itu juga, seorang Dosen tidak hanya menjelaskan bagaimana manfaat penggunaan jilbab sebagai pelindung mahasiswi dari hal – hal negatif melainkan memberikan contoh bagaimana berprilaku seorang wanita yang berpenampilan muslimah secara tepat dan sesuai dengan ajaran Islam. Sehingga jelas inti dalam pendidikan karakter dalam meningkatkan religiusitas, yaitu penggunaan unsur simbolistik agama ( Islam ) berupa jilbab harus dibarengi I’tikad positif dari pendidik dengan tindakan konkrit dalam berprilaku. Dengan kata lain adanya keselarasan antara peraturan yang diberlakukan dengan prilaku sehari – hari dosen dalam membina moral Mahasiswa dan Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

0 komentar:

Post a Comment