Dalam kekuasaan Islam yang merengkuh hampir seluruh untaian benua, muncul kecemerlangan pemikiran -- yang pada zamannya hingga saat ini seluruh mata hampir tak pernah lepas mencermati tokoh besar Imam al-Ghazali. Pusat-pusat kajian keislaman kampus-kampus Eropa hampir tidak dapat melepaskan kajiannya tentang dirinya. al-Ghazali adalah manusia fenomenal yang hidup dalam gelimang multiaspek dan dinamika kehidupan, yang saat itu puncak peradaban Islam sedang "mencakar" ketinggian langit. Al-Ghazali mempunyai peran yang luar biasa, spesial dalam bidang tasawuf, tetapi juga tidak bisa terpisah dari keahliannya dalam berbagai ilmu.
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Thusi al-Ghazali adalah seorang fuqaha terkemuka, teolog, dan sufi, dilahirkan pada 450/1058 di Thus, kini dekat Masyhad, Khurasan, yang sebelum masa hidupnya, telah menghasilkan begitu banyak sufi terkenal sehingga Hujwiri (w 464/1071) menyebutnya sebagai tanah "dimana bayangan kemurahan Tuhan mengayomi" dan "di mana Matahari cinta dan keberuntungan Jalan Sufi berkuasa".
Sejak kecil beliau dikenal sebagai anak yang mencintai ilmu pengetahuan. Hal ini dilukiskan dalam bukunya Munqiz min Adh – Dhalal,”Kehausan Untuk mencari hakikat kebenaran sesuatu sebagai habit dan favorit saya dari sejak kecil hinga masa mudaku merupakan insting dan bakat yang dicampakan Allah SWT. Pada tempramen saya, bukan merupakan usaha atau rekaan” Ia belajar kepada sejumlah guru seperti Yusuf al-Nassaj, Ahmad Ibn Muhammad al-Radzikani hingga Imam al-Juwaini, Imam Haramain, rektor Nizhamiyah 3 di Naisapur. Beliau belajar fikih pada pamannya, Ahmad (w. 1126) dan Abu Nashr al-Ismaili.
Kecerdasan al-Ghazali membuat kagum al-Juwaini dan diberi gelar bahrun muqriq (lautan yang menenggelamkan). Seusai belajar di Naisabur beliau menuju ke Bagdad dan menjadi guru besar di universitas yang didirikan oleh Nizhamul Mulk, perdana menteri sultan Bani Saljuk yang ditakdirkan memainkan peran menonjol dalam kehidupan intelektual al-Ghazali. Beliau besar dilingkungan pendidikan serta agama yang kuat dari berbagai tokoh dan ulama besar lain saat itu. Di samping itu, beliau hidup di sebuah negara (Iran) yang secara tradisi keilmuan tetap dinamis dan terpelihara sejak kurun abad awal hingga kini, berbeda dari Bizantium Romawi dan Yunani yang telah runtuh di bawah puing-puing peradabannya.
Al-Ghazali bertugas sebagai guru besar hanya selama empat tahun, kemudian ia menetap di Syam. Dari sana beliau kembali ke Bagdad, lalu ke Naisabur sebagai guru, dengan menulis karya-karya monumental hingga meninggal dunia di kota kelahirannya pada 1111 M.
Karya-karya terpenting al-Ghazali dalam bidang pendidikan (Tarbiyah) antara lain: Fatihatul Ulum, Ayyuhal Walad, Ihya 'Ulumuddin, Mizanul Amal, Al-Risalah al-Laduniyyah, Miskat al-Anwar, Tahafut al-Falasifah, dan Mi'yar al-'Ilm. Ihya Ulumuddinlah yang menjadi karya "abadi" tambatan kaum sufi dalam mencari "jalan menuju Tuhan".
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Thusi al-Ghazali adalah seorang fuqaha terkemuka, teolog, dan sufi, dilahirkan pada 450/1058 di Thus, kini dekat Masyhad, Khurasan, yang sebelum masa hidupnya, telah menghasilkan begitu banyak sufi terkenal sehingga Hujwiri (w 464/1071) menyebutnya sebagai tanah "dimana bayangan kemurahan Tuhan mengayomi" dan "di mana Matahari cinta dan keberuntungan Jalan Sufi berkuasa".
Sejak kecil beliau dikenal sebagai anak yang mencintai ilmu pengetahuan. Hal ini dilukiskan dalam bukunya Munqiz min Adh – Dhalal,”Kehausan Untuk mencari hakikat kebenaran sesuatu sebagai habit dan favorit saya dari sejak kecil hinga masa mudaku merupakan insting dan bakat yang dicampakan Allah SWT. Pada tempramen saya, bukan merupakan usaha atau rekaan” Ia belajar kepada sejumlah guru seperti Yusuf al-Nassaj, Ahmad Ibn Muhammad al-Radzikani hingga Imam al-Juwaini, Imam Haramain, rektor Nizhamiyah 3 di Naisapur. Beliau belajar fikih pada pamannya, Ahmad (w. 1126) dan Abu Nashr al-Ismaili.
Kecerdasan al-Ghazali membuat kagum al-Juwaini dan diberi gelar bahrun muqriq (lautan yang menenggelamkan). Seusai belajar di Naisabur beliau menuju ke Bagdad dan menjadi guru besar di universitas yang didirikan oleh Nizhamul Mulk, perdana menteri sultan Bani Saljuk yang ditakdirkan memainkan peran menonjol dalam kehidupan intelektual al-Ghazali. Beliau besar dilingkungan pendidikan serta agama yang kuat dari berbagai tokoh dan ulama besar lain saat itu. Di samping itu, beliau hidup di sebuah negara (Iran) yang secara tradisi keilmuan tetap dinamis dan terpelihara sejak kurun abad awal hingga kini, berbeda dari Bizantium Romawi dan Yunani yang telah runtuh di bawah puing-puing peradabannya.
Al-Ghazali bertugas sebagai guru besar hanya selama empat tahun, kemudian ia menetap di Syam. Dari sana beliau kembali ke Bagdad, lalu ke Naisabur sebagai guru, dengan menulis karya-karya monumental hingga meninggal dunia di kota kelahirannya pada 1111 M.
Karya-karya terpenting al-Ghazali dalam bidang pendidikan (Tarbiyah) antara lain: Fatihatul Ulum, Ayyuhal Walad, Ihya 'Ulumuddin, Mizanul Amal, Al-Risalah al-Laduniyyah, Miskat al-Anwar, Tahafut al-Falasifah, dan Mi'yar al-'Ilm. Ihya Ulumuddinlah yang menjadi karya "abadi" tambatan kaum sufi dalam mencari "jalan menuju Tuhan".
0 komentar:
Post a Comment