Puasa dan Pengendalian Syahwat

Posted by Kongkow edu On Monday, August 30, 2010 0 komentar
Istilah puasa atau shaum diambil dari bahasa Arab yang bermakna imsak atau menahan diri dari sesuatu, seperti menahan makan, minum, bicara, bertindak dan sebagainya. Puasa merupakan sebuah bentuk pengabdian kepada Allah SWT dengan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sepanjang hari dari mulai terbitnya fajar sampai terbenamnnya matahari dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Sedangkan Ramadhan berasal dari bahasa Arab dari akar kata ر م ﺿ , yang berarti panas yang menyengat atau kekeringan. Namun istilah Ramadhan dalam puasa Ramadhan, dapat dipahami dengan makna pembakaran atau peleburan dosa melalui puasa, sehingga setelah Ramadhan orang yang berpuasa dosanya akan terhapuskan.
Puasa Ramadhan diwajibkan kepada kaum mukminin pada tahun kedua hijrah, hal ini dilandasi dengan turunnya surat al-Baqarah ayat 183 yang mewajibkan berpuasa tiap-tiap orang yang beriman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”[QS. Al Baqarah, 183]
Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam dari rukun-rukun Islam yang lima, disamping Asy-Syahadah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan pergi haji bagi yang mampu. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
اَلإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً
“Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah rasul-Nya, mendirikan sholat, menunaikan zakat, shoum di bulan Ramadhan dan pergi haji jika engkau mampu (melakukan perjalanan).” (HR. Muslim No. 8, Abu Dawud No. 4695, Tirmidzi No. 2610, Ibnu Majah No. 63 dan Nasa’i No. 5005)
Sebagai salah satu rukun Islam, puasa Ramadhan tidak boleh ditinggalkan oleh umat Islam yang mukallaf. Namun dalam Islam terdapat toleransi sebagai bukti kelapangan ajaran Islam bagi pemeluknya. Maka dalam beberapa kondisi tertentu, seseorang dapat meninggalkan puasa Ramadhan, seperti orang yang sedang sakit tak mampu berpuasa atau orang yang sedang dalam perjalanan atau bagi perempuan hamil atau sedang menyusui anaknya, jika berpuasa ditakutkan akan membahayakan kondisi tubuhnya, maka mereka semua yang termasuk golongan tersebut dibolehkan meninggalkan puasa dengan ketentuan harus menggantinya pada hari yang lain. Selanjutnya bagi orang tua renta yang sudah tidak mampu berpuasa lagi dibolehkan juga untuk tidak berpuasa dengan syarat membayar fidyah dengan memberikan makanan kepada faqir miskin.
Selain itu juga, di bulah Ramadhan yang penuh keberkahan banyak amalan-amalan yang dianjurkan untuk dilakukan dan mendapat ganjaran yang berlipat ganda, misalnya membaca al-Qur`an, shalat tarawih berjamaah, bersadaqoh, i’tikaf di Masjid dan membayar zakat fitrah sebagai penyucian diri.

Meningkatkan Pengendalian Syahwat
Al Qur’an telah menginformasikan bahwa tujuan akhir dari proses puasa itu menjadikan manusia bertaqwa. Taqwa sebagai nilai teologis dipahami dengan kesungguhan diri untuk taat dan tunduk kepada Allah SWT. Namun nilai taqwa sebagai tujuan yang terpenting dari pelaksanaan ibadah puasa, hanya akan bermakna ketika manusia telah mampu mengendalikan syahwatnya ke arah keutamaan hidup yang lebih terarah. Sehingga manusia dapat meraih intimitas kedekatan dengan Sang Pencipta dan derajat kemanusiaan tertinggi (a human being as whole).
Manusia diberikan oleh Allah SWT perangkat diri berupa ke¬cenderungan jiwa terhadap apa yang dikehendakinya, dalam Islam hal itu disebut dengan istilah syahwat. Syahwat merupakan potensi diri yang bersifat netral dan manusiawi yang dapat membawa manusia ke arah kemuliaan atau kehinaan di hadapan Tuhan. Oleh karena itu menunaikan syahwat dengan menyertai akal berdasarkan bimbingan ajaran agama akan menjadikannya sebagai penggerak tingkah laku menuju insan paripurna. Sebaliknya, menelantarkan syahwat tanpa bimbingan akal berdasarkan ajaran agama akan menjadikan manusia terbawa ke arah perbuatan maksiat dan dosa yang menjerumuskan manusia kejurang kenistaan dan kebejatan moral, dalam hal tersebut yang diutamakan oleh manusia adalah syahwat terendah yang menuntut pemuasan seketika tanpa mempedulikan dampak bagi orang lain maupun bagi diri sendiri, yaitu hawa nafsu.
Dalam Islam tidak ada upaya untuk membunuh syahwat, akan tetapi Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk selalu mengendalikan syahwat. Salah satu cara untuk mengendalikan syahwat yaitu dengan ibadah puasa. Dalam ibadah puasa Ramadhan, kaum muslimin dituntut tidak hanya fokus terhadap pengendalian dimensi fisik dengan menahan lapar, haus dan berhubungan suami-istri pada siang hari, namun juga menyangkut pengendalian dimensi bathin dari manusia yang harus terhindar dari pengaruh hawa nafsu, seseorang yang berpuasa harus menghindari diri dari perbuatan-perbuatan yang mengurangi nilai puasa seperti terpelihara mulutnya dari kata-kata yang tidak perlu, terjaga matanya dari melihat yang dilarang, terhindar telinganya dari mendengar yang tidak berguna, dan seluruh anggota badannya juga berusaha agar tidak melakukan hal yang dilarang dan yang tidak berguna. Bahkan ketika manusia mampu hatinyapun dituntut berpuasa dari ingatan selain Allah SWT. Dimensi fisik dan bathin manusia yang terkendalikan oleh syahwat yang dinaungi akal berdasarkan ajaran agama akan menjadi kekuatan besar dalam keberlangsungan hidup yang penuh dengan integritas diri yang tinggi. Sehingga ibadah puasa Ramadhan dapat berfungsi dengan baik menjadi suatu pengolahan lahir bathin untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT secara utuh.
Dengan demikian, puasa Ramadhan dapat memberikan pengaruh yang sangat besar dalam upaya mencegah bahkan mengurangi tingkat kejahatan. Sudah semestinya kesucian bulan Ramadhan dijaga secara seksama dengan melaksanakan amalan-amalan ibadah baik wajib maupun sunnah. Indonesia dengan penduduk mayoritas Islam, sangat disayangkan dengan tingkat kejahatan yang diakibatkan dari hawa nafsu dalam diri manusia itensitasnya masih tinggi.
Di sini kiranya salah satu fungsi dan hikmah ibadah puasa yang disyari’atkan oleh Allah SWT atas manusia. Selama satu bulan penuh manusia berlatih mengendalikan syahwatnya tak lain agar menjadi makhluk Allah yang paripurna. Meski makanan dan minuman terhidang dihadapannya, makanan dan minuman itu halal dan sehat, tetapi selama adzan Maghrib belum berkumandang dia tidak boleh menyantapnya. Begitu juga terhadap lawan jenis yang dinikahinya secara sah, sesuai dengan tuntunan agama, tidak boleh dia gauli ketika ia sedang berpuasa. Dia harus mampu mengendalikan syahwatnya itu. Karena puasa Ramadhan berupaya mendidik dan mengajarkan manusia untuk meningkatkan diri, agar mengendalikan syahwatnya dari sifat kebinatangan dan mengisinya dengan sifat keilahian.

0 komentar:

Post a Comment